Minggu, 18 September 2011

Kumpulan Puisi


JIKA KAU TAK TAU

Bulir-Bulir Padi Ku Pilih Satu-Satu
Ada Yang Terlihat Indah Dan Ada Yang Kaku
Ada Yang Tumbuh Dan Ada Yang Tak Bermutu
Walau  Setiap Makna Itu Hanya Rasaku




Bulir-Bulir Padi Terpilih Satu-Satu
Kenapa Kau Tak Tanya Jika Tak Tau
Tak Seperti Sekarang Berteriak Tak Menentu
Hingga Tanjam Ujungnya Melukai Setiap Kuku




Bulir-bulir padi ku pilih satu-satu
Terkadang angin memberi jawaban palsu
Terkadang pasir tak berbisik merdu
namun kau tau setiap padi tak hanya tunduk membisu
Walau mereka memang tak bernyanyi merdu




          Bulir-bulir padi terpilih satu-satu
          Andai kau tau Salah jika kau lakukan itu
Karena setiap bulirnya menatap asa mu
Karena setiap bulirnya ingin  melukismu
Dan setiap bulirnya tumbuh seiring lakumu





patra

CERPEN

 BADUT


Sinar Matahari terasa semakin jinak tak seperti beberapa jam yang lalu, membuat Wayan semakin bersemangat mengayuh sepedahnya dengan kecepatan tinggi. Sepedah tua itu bergetar hebat seperti tengah memompa darah Wayan yang membuatnya semakin bersemangat. Sesekali ia mengadah kelangit seperti tengah bersyukur kepada Tuhan tentang datangnya hari ini dan berharap Ia membawa uang yang cukup untuk membeli obat ibunya yang sakit. Wayan semakin memperkuat kayuhan sepedahnya, ia berfikir waktu terkadang berjalan cepat karena itu dengan waktu yang singkat ini Wayan tak mau mengecewakan pelanggannya. Karena ia tau selalu ada hari yang istimewa setiap ia di undang untuk mengisi disebuah acara.
Laju sepeda tua semakin lambat dan berhenti tepat dirumah yang dipenuhi oleh sorak tawa anak-anak. Dalam fikiran Wayan sorak tawa itu merupakan sebuah undangan yang ditujukan kepadanya agar ia cepat melakukan pekerjaannya. Di halaman depan Bu Dayu tuan rumah telah menunggunya, seelsh bercskp sejenak keduanya beranjak kehalamn belakang. Wayan segera mengikuti bu Dayu menuju halaman belakang. Sesampai disana ia membongkar isi tas besarnya dan mengeluarkan baju badutnya. Baju badut yang mirip tokoh kartun terkenal itu terlihat sangat tebal,panas dan sesak. Tak tau bagaiman seseorang bisa bernafas didalamnya namun hal itu tak mengurungkan niat Wayan mengenakan, semangatnya menghibur makin menjadi saat mendengar teriakan anak-anak memanggilanya. Ia mulai melangkah menuju sumber suara –suara itu.                                                               
“bli Wayan.. tunggu..!” 
            “oh Made ada apa kenapa kesini..? ..?” kataWayan sambil melepas topeng badutnya agar dapat melihat jelas wajah orang yang memanggilnya
“ bli harus pulang sekarang.” Kata made sambil mengatur nafas
            “ memang nya ada apa..?”
Made tak langsung menjawab, Ia Nampak ragu-ragu dan tak ingin mengatakan apa-apa. Namun saat melihat wajah Wayan yang terliaht heran ia  mulai menarik nafas
            “meme ngalain” kata made sambil tertunduk merasa bersalah
Wayan hanya terdiam membisu, air matanya perlahan merayap di sepanjang pipi dan menetes dibaju badutnya.
            “ pak yan cepat ditunggu sama anak-anak..!”
Mendengar suara bu dayu Wayan terperanjat ia mengenakan topeng badutnya yang berat menambah berat beban fikirannya, tapi satu hal yang ia fikirkan ia tak akan pergi dan mengecewakan anak-anak yang tengah menunggunya
            Wayan berjalan tertatih menuju tengah pesta , ia mulai mencoba menlambaikan tangannya dan menggoyangkan pinggulya.. tak semudah seperti biasanya serasa berat sekali… bukan karena air mata yang terus menetes membasahi baju badutnya.. tapi memang terasa berat. Bersama tangisannya yang berhasil ia ditutupi dengan topeng badut yang berwajah tersenyum ia menari menghibur anak-anak. Pukulan dan  tendangan canda anak-anak semakin membuat perasaannya hancur namun ia hanya bisa menangis menjerit memanggil-mangil sang ibu di balik baju badutnya. Hingga semua usai ia tetap begitu.
            Sekarang waktu berjalan sangat lambat, Wayan yang masih mengenakan kostum badut lengkap dengan topengnya karena ingin menyembunyikan tangisannya ia berjalan tertatih menuju rumah sambil menuntun sepedahnya, ia tak sanggup menerma goncangan sepedahnya jika ia harus menaiki sepeda tua itu. Di sepanjang jalan  terlihat anak-anak menyoraki,memangil dan menari-nari disekelilingnya. Ia mencoba tak mempeedulikannya. Namun semakin banyak anak-anak yang menari semakin membuatnya miris.Tak tahan melihat itu wayan menjatuhkan sepedahnya dan memeluk erat salah satu anak yang menari tadi. Ia menumpakan semua rasanya di pelukan anak itu Ia merasakan pelukkannya begitu hangat walau tak seperti yang diinginkan. Baik sang badut dan anak yang dipeluknya Keduanya menangis sambil memanggil
“ibu….”                                                                                             
PATRA

Jumat, 16 September 2011

UPAKARA

CANANG DALAM AGAMA HINDU

Agama Hindu bisa saja dikatakan sebagai agama upacara atau agama yadnya, hal tersebut diakibatkan oleh seringnya umat Hindu melaksanakan yadnya atau upacara. Berkaitan dengan upacara tersebut tentunya memerlukan  sarana dan prasarana  yang digunakan. Dalam upacara Hindu sarana yang digunakan disebut banten. Banten tersebut memiliki unsur-unsur tekecil lagi yang disebut dengan upakara.
             Banten adalah Weda, sama halnya dengan mantra. Ketika umat tidak mampu merapalkan mantra Weda dengan baik, sebagai bentuk bukti syukur umat dapat membuktikannya dengan menghaturkan sesajen atau banten yang baik sesuai dengan ajaran Weda. Melalui  banten inilah  sebagai penolong manusia  menghubungkan antara yang dipuja dengan yang memuja (Rai Sudarta, 2001:58). 
Ida Bagus Sudarsana dalam bukunya yang berjudul Himpunan Tetandingan Upakara Yadnya menyebutkan dalam pelaksanaan upacara harus ada tiga unsur yakni bunga, air dan api, maka dalam pelaksanaan upacara kuantitas yang terkecil dari sarana yang dibutuhkan adalah berupa sarana yang merupakan inti atau kanista yang disebut dengan canang
Kata canang berasal dari dua suku kata “Ca” yang berarti indah dan “Nang” yang diartikan sebagai tujuan yang dimaksud sesuai dengan kamus Kawi- Jawa(Sudarsana, 2010:1). Dengan demikian maksud dan tujuan canang adalah sebagai sarana bahasa Weda untuk memohon keindahan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.Canang merupakan upakara yang penting bagi umat Hindu khususnya di Bali.  Karena dalam kesehariannya umat Hindu selalu menghaturkan canang sari sebagai wujud sujud bakti kepada Sang Hyang Widhi. Selain itu canang sari merupakan sarana upakara yang paling sederhana namun sangatlah penting. Dalam Bhagawad Gita dikatakan
            patram puspam phalam toyam
            yo me bhaktya prayacchati
            tat aham bhakty-upahrtam
asnami prayatatmanah
                                                            ( Bagawadgita, IX.26)
            Artinya            :
siapapun yang dengan sujud bhakti kehadapan-Ku mempersembahkan sehelai daun, sebiji buah-buahan,seteguk air, aku terima sebagai bhakti persembahan dari orang yang berhati suci

Jika dicermati petikan Sloka Bhagawad Gita tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan canang sari merupakan sarana upacara yang sudah cukup lengkap walau dalam skala kecil, karena isi canang umumnya terdiri dari daun,bunga, buah, dan biji yang semua bahan itu memiliki nilai filosofi masing-masing.
Canang dan upakara yang lain merupakan pengejahwantahan Weda yang lahir dari konsep Yadnya, Kata Yadnya berasal dari bahasa Sansekerta yakni Yaj yang berarti korban pemujaan. Jadi, Yadnya berarti korban suci (Made Ngurah, 2005:147). Jenis yadnya dibedakan menjadi lima yang disebut dengan Panca Yadnya yang terdiri dari Dewa Yadnya, Rsi Yadnya, Pitra Yadnya, Manusia Yadnya dan Butha Yadnya.
Dalam konteks ritual upacara inilah yang melahirkan konsep upakara. Upakara yaitu bahan atau material yang akan menjadi wujud dalam persembahan itu. Berdasarkan besar kecilnya upakara yang digunakan yadnya dibedakan menjadi tiga yaitu nistha ( tingkat kecil), Madya ( tingkat menengah), Utama ( tingkat besar). Walaupun  terbagi menjadi tiga tingkatan namun dari segi kualitas ketiganya tidak ada perbedaan, sepanjang dalam pelaksanaannya didasari dengan ketulusan dan kesucian hati. Begitu pula dengan canang walau merupakan upakara yang paling sederhana dibanding upakara yang lain namun dalam konteks yadnya, canang tetap meupakan pengorbanan suci sebagai wujud syukur dan bakti kehadapan Ida Sang Hyang Widhi. Arti  dan makna simbolik itu terkandung baik dari bentuk maupun bahan yang digunakan dalam pembuatan upakara tersebut yang keseluruhannya merupakan simbol-simbol ketuhanan. 
              
         Jenis dan fungsi Canang
Menurut  pandangan ajaran agama Hindu di Bali, canang memiliki fungsi dan bentuknya masing-masing, sesuai dengan kegiatan upacara  yang dilaksanakan. Dalam buku karya Ida Bagus Sudarsana, jenis canang antara lain :
a)     Canang Sari
Canang sari pada umumnya beralaskan ceper yang berbentuk persegi, namun ada juga yang menggunakan tamas sebagai dasarnya. Urasari yang digunakan di atas ceper atau tamas berbentuk asthadala yang terlihat berbentuk bundar  dan di atas urasari diisi bunga sesuai pengideran. Canang sari fungsinya sebagai simbol sarining yadnya, sehingga setiap upakara disertai dengan canang sari.
b)     Canang Genten
Secara fisik, canang genten sama dengan canang sari yang membedakan adalah pada canang genten berisi biu mas, bubur sesuruh merah dan putih yang dibungkus dengan janur menyerupai rokok dan kekiping. Fungsi canang genten adalah sebagai sarana memohon keremajaan yang pada umumnya canang genten ini digunakan pada upacara Ngeraja Singa dan Ngeraja Swewala, upacara Mepandes dan Pawiwahan
c)     Canang Pesucian
Dialasi dengan ceper yang di dalamnya diisi lima buah celemik dengan posisi di atas, bawah, samping kanan dan kiri. 1)Celemik pada posisi di atas berisi tepung tawar sebagai kekuatan Sang Hyang Iswara. 2) Celemik bagian kanan berisi lenga wangi(kapas berisi minyak wangi) sebagai kekuatan Sang Hyang Brahma. 3) Celemik pada bagian bawah berisi daun dadap yang telah dihancurkan sebagai kekuatan Sang Hyang Mahadewa. 4) Celemik pada bagian kiri berisi sisig sebagai simbol kekuatan Sang Hyang Wisnu. 5) Pada bagian tengah berisi burat wangi sebagai simbol  Sang Hyang Siwa
d)     Canang Gantal
Pada dasarnya canang genten sama dengan canang pesucian, hanya saja  pada bagian tengah celemiknya diisi dengan base tubungan metungkas.Canang gantal terdiri dari dua taledan, setelah taledan pertama lengkap disusun dengan taledan yang kedua yang berisi raka-raka, sampian plaus dan porosan. Kemudian diisi dengan celemik berisikan burat wangi di sebelah kanan dan celemik berisi lenga wangi di sebelah kiri di bagian tengah berisi  jajan kekiping, pisang mas, dan duah buah bantal kecil. Makna yang bisa disimpulkan dari canang gantal ini adalah permohonan umat kehadapan Sang Hyang Widhi untuk memperoleh kedamaian, hal tersebut didapat berdasarkan pengertian canang gantal sendiri. Berasal dari kata Gana yang mengandung arti pertemuan. Tal yang berarti bersatu.Pada umumnya digunakan pada Panca Yadnya
e)     Canang Pengrawos
Pada prinsipnya sama dengan canang gantal hanya saja di tengahnya diisi sebuah tangkir yang berisi lima buah lekesan . Lima lekesan tersebut simbol dari sabda, bayu, idep, rasa dan cita. Dilihat dari makna yang terkandung tidak jauh berbeda dengan canang gantal, yang lebih spesifik dspat diartikan sebagai kebulatan pendapat untuk memperoleh ketenangan dalam menuju kedamaian. Canang pengrawos biasa digunakan pada upakara peparuman, pemelastian, piodalan, dan pengajuman.
f)      Canang Tubungan
Canang Tubungan tidak berbeda jauh dengan canang pengrawos hanya saja  lekesannya satu buah yang bermakana sebagai permohonan kepada Sang Hyang Widhi agar beliau bermanifestasi sebagai Ista Dewata. Canang tubungan digunakan saat penuntuan, pemendakan dan upakara pasupati.
g)     Canang Raka
Pada canang Raka sama seperti canang sari ditambah berisi lima macam buah dan berisi eteh-eteh pesucian. Maknanya adalah peleburan Panca Mala  baik terhadap buana agung maupun buana alit, serta dianugrahkan Panca Amertha antara lain:
1.Amerta Sanjiwani       : disimbolkan dengan biu kayub dengan harapan      umat bisa bijaksana
2. Amerta Kamandalu   : disimbolkan dengan buah salak agar memiliki kekuatan fisik, mental, akal dan budhi.
3. Amerta Kundalini      : disimbolkan dengan buah yang berwarna kuning seperti mangga, papaya, dan dan lainnya agar dianugrahkan kemakmuran, kesejahteraan dan nutug tuwuh
4. Amerta Pawitra         : disimbolkan dengan buah manggis agar memilki hati yang tulus ikhlas dan jujur
5. Amerta Maha Merta : disimbolkan dengan buah jeruk  dengan macamnya agar senantiasa memilliki batin yang suci untuk bisa menyatu kehadapan Sang Hyang Widhi.
Canang ini digunakan pada saat piodalan, mendem pedagingan, peperanian.
h)     Canang Tadah Sukla
Berbeda dengan canang payasan atau yang disebut juga dengan canang pesucian jika dilihat dari isi celemiknya. Pda celemik bagian kiri atas diisi dengan kacang ijo atau kacang putih, pada bagian kanan atas diisi dengan kacang komak atau kacang merah, bagian kiri bawah berisi keladi lima iris, bagian kanan bawah berisi keladi lima iris , pada bagian tengah berisi kacang botor dan pisang kayu mentah sebanyak lima iris. Kemudian diikat menjadi satu dengan pesucian dan canang sari. Makna yang terkandung di dalamnya adalah memohon anugrah  berupa kekuatan iman, kesucian dan kesejahteraan. Padan umumnya banyak digunakan sebagai upakara bentuk suci, upakara di Surya dan penyekaban. 
i)      Canang Pengengkab
Prinsipnya sama dengan membuat canang payasan yang membedakan adalah pada posisi tengahnya diletakkan takir yang berisi beras kuning dan satu base tubungan diletakkan pada posisi sebelah kanan. Takir yang berisi air cendana diletakkan pada sebelah kiri. Makna yang terkandung di dalamnya adalah untuk memohon kekuatan magis, kewibawaan atau taksu. Canang ini digunakan sebagai upakara saat piodalan yang berkenaan dengan tarian sakral atau alat musik yang digunakan dalam prosesi piodalan.
j)      Canang Saraswati
Canang Saraswati digunakan sebagai upakara pada piodalan Saraswati yang jatuh pada Saniscara Kliwon Watugunung. Pada canang saraswati mempergunakan tamas yang berisi jajan, pisang, tebu, porosan, sampian plaus yang berisi selain itu juga terdapat  celemik dengan isinya masing-masing seperti jajan suci bungan temu putih kuning , jajan suci kerang putih kuning, jajan suci kekuluban putih kuning, jajn suci karna putih kuning, jajan suci candigara putih kuning, celemik tersebut disusun mulai dari atas, kanan, bawah, kiri dan di tengah.
Kemudian disusun lagi dengan ceper yang disusun pula dengan lima buah celemik berisikan pala gantung, pala bungkah, bubur warna merah dan putih, disusun kembali dengan ituk-ituk yang berisikan beras, benang, uang kepeng, dan porosan. Setelah itu diisi jajan saraswati yang dialasi daun beringin serta di atasnya ditutup dengan ranting beringin. Diakhiri dengan canang pesucian dan canang sari. Makna yang bisa ditangkap dari canang ini adala sebagai permohonan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi dalam hal ini Dewi Saraswati guna dianugrahi kepradnyanan dan kesiddhian.
Dari sekian banyak canang yang disebutkan di atas, canang sari lah yang paling sering digunakan, sedangkan untuk yang lainnya bersifat musiman yang maksudnya digunakan pada upacara-upacara tertentu. Untuk lebih memahami makna dari canang sari, mengenai kelengkapan isi dari canang sari dijelaskan pada sebagai berikutnya. adapun Arti Simbolik Canang Sari dalam Upacara antaralain sebagai berikut:
a)     Ceper sebagai alas suatu canang adalah simbol dari “Ardha Chandra”, sedangkan bila yang digunakan sebagai alas canang adalah tamas itu simbol dari “Windhu”
b)     Porosan yang terdapat dalam canang simbol dari “silih asih”  dengan harapan para umat menjalani yadnya tersebut dengan welas asih.
c)     Selain itu di dalam ceper juga terdapat jajan, tebu, dan pisang  sebagai simbol “tedong ongkara” yang merupakan perwujudan Utpetti, Sethiti dan Pralina.
d)     Jika isi ceper tersebut sudah lengkap, di atasnya kemudian diletakkan sebuah urasari yang berbentuk lingkaran . Urasari simbol dari “Windhu” dan ujung-ujung dari urasari tersebut simbol dari “Nadha”
e)     Di atas urasari disusunkan bunga-bunga dengan sesuai dengan arah mata angin. i) Warna putih diletakkan di sebelah Timur sebagi simbol dari Sang Hyang Iswara. ii) Warna merah diletakkan di sebelah selatan , pemujaan diarahkan pada Sang Hyang Brahma. iii) Warna kuning diletakkan di sebelah barat dengan memuja Sang Hyang Mahadewa. iv) Warna biru atau hijau di posisi utara dengan memuja Sang Hyang Wisnu, dan yang terakhir bunga kembang rampai yang diletakkan di tengah-tengah dengan pemujaan kepada Sang Hyang Panca Dewata.
                                    
Melihat simbol yang terkandung dari isi canang sari dapatlah diketahui bahwasanya canang sari mengandung ungkapan permohonan kepada Sang Hyang Widhi Wasa untuk hadir menyaksikan suatu upacara dalam manifestasi beliau sebagai Ista Dewata